Catatan Singkat Tentang Puasa Wanita Hamil
Dari Anas bin Malik, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda
“Sesungguhnya Allah Swt mengangkat kewajiban setengah shalat dan puasa dari musafir, dari wanita hamil, dan wanita yang menyusui” (HR Nasa’i, Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, ia berkata:
“Rasulullah saw memberikan keringanan kepada wanita hamil yang khawatir akan dirinya untuk berbuka, dan bagi wanita yang menyusui yang mengkhawatirkan anaknya” (HR Ibnu Majah)
Dari dua dalil ini, secara singkat ada beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama
1. Wajib mengganti puasa (qadha’) dan memberi makan kepada orang miskin (fidyah) bagi setiap hari yang ditinggalkan. Ini pendapat Imam Asy-Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad
2. Cukup mengganti puasa (qadha’) saja. Ini pendapat Al-Auza’i, Ats-Tsauri dan Abu Hanifah
3. Cukup memberi makan kepada orang miskin (fidyah) tanpa mengganti puasa. Ini pendapat Ishaq, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar
Dari dalil-dalil syara kita mengetahui bahwa saat seseorang tidak puasa karena alasan syar’i dan dia MAMPU maka dikenakan ganti puasa (qadha’) di hari yang lain, apabila sudah TIDAK MAMPU berpuasa seperti orang tua renta, penyakit lambung berkelanjutan, barulah memberi makan (fidyah)
Maka bagi wanita yang tidak berpuasa karena hamil dan menyusui, dan dia masih MAMPU berpuasa, haruslah mengganti puasanya (qadha’) di hari-hari yang lain sebanyak hari yang ditinggalkan, tanpa harus memberi makan orang miskin (fidyah).
Ini pendapat terkuat yang saya ambil
Hanya saja, bila hari yang diganti puasanya sudah begitu banyak dan ia sudah TIDAK MAMPU disebabkan usianya yang sudah senja misalnya, maka boleh mengganti hari-hari yang ditinggalkan puasanya dengan memberi makan orang miskin (fidyah) sebanyak hari yang ditinggalkan tanpa qadha’ puasa
Lalu bagaimana bila ada yang memilih pendapat yang lain, misalnya memilih mengganti puasanya (qadha’) ditambah memberi makan orang miskin (fidyah), atau memilih untuk memberi makan orang miskin (fidyah) saja tanpa mengganti puasanya?
Ya tentu bila ia meyakini pendapat itu kuat, disilakan saja, selama masih ada dalil syar’i tentu diperbolehkan
Hanya sebagai Muslim, tentu kita memilih pendapat yang terbaik, wallahua’lam bisshawab
Referensi: Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam
Dari Anas bin Malik, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda
“Sesungguhnya Allah Swt mengangkat kewajiban setengah shalat dan puasa dari musafir, dari wanita hamil, dan wanita yang menyusui” (HR Nasa’i, Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, ia berkata:
“Rasulullah saw memberikan keringanan kepada wanita hamil yang khawatir akan dirinya untuk berbuka, dan bagi wanita yang menyusui yang mengkhawatirkan anaknya” (HR Ibnu Majah)
Dari dua dalil ini, secara singkat ada beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama
1. Wajib mengganti puasa (qadha’) dan memberi makan kepada orang miskin (fidyah) bagi setiap hari yang ditinggalkan. Ini pendapat Imam Asy-Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad
2. Cukup mengganti puasa (qadha’) saja. Ini pendapat Al-Auza’i, Ats-Tsauri dan Abu Hanifah
3. Cukup memberi makan kepada orang miskin (fidyah) tanpa mengganti puasa. Ini pendapat Ishaq, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar
Dari dalil-dalil syara kita mengetahui bahwa saat seseorang tidak puasa karena alasan syar’i dan dia MAMPU maka dikenakan ganti puasa (qadha’) di hari yang lain, apabila sudah TIDAK MAMPU berpuasa seperti orang tua renta, penyakit lambung berkelanjutan, barulah memberi makan (fidyah)
Maka bagi wanita yang tidak berpuasa karena hamil dan menyusui, dan dia masih MAMPU berpuasa, haruslah mengganti puasanya (qadha’) di hari-hari yang lain sebanyak hari yang ditinggalkan, tanpa harus memberi makan orang miskin (fidyah).
Ini pendapat terkuat yang saya ambil
Hanya saja, bila hari yang diganti puasanya sudah begitu banyak dan ia sudah TIDAK MAMPU disebabkan usianya yang sudah senja misalnya, maka boleh mengganti hari-hari yang ditinggalkan puasanya dengan memberi makan orang miskin (fidyah) sebanyak hari yang ditinggalkan tanpa qadha’ puasa
Lalu bagaimana bila ada yang memilih pendapat yang lain, misalnya memilih mengganti puasanya (qadha’) ditambah memberi makan orang miskin (fidyah), atau memilih untuk memberi makan orang miskin (fidyah) saja tanpa mengganti puasanya?
Ya tentu bila ia meyakini pendapat itu kuat, disilakan saja, selama masih ada dalil syar’i tentu diperbolehkan
Hanya sebagai Muslim, tentu kita memilih pendapat yang terbaik, wallahua’lam bisshawab
Referensi: Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam