Ianya seperti buah kelapa, ranum ketika muda
sangat kaya rasa, dimakan juga tak mengapa
Layak diminum saat panas, dingin pun pantas
Mudanya diatas pentas, tuanya lebih tangkas
Begitulah yang kami dapati saat berjumpa abuya UU Hamidy, budayawan, negarawan, dan lebih lagi, dia pejuang kebenaran
Kata-katanya lugas, pengetahuannya luas, keyakinannya tegas, namun tidak keras, penuh welas, dengan ingatan yang berkelas
Dirumahnya kami dijamu dengan ubi, juga air putih, juga segudang inspirasi, tentang hidup dan mati, mengemban ide ilahi
Umurnya tak lagi muda, walau menulis dari tahun 70-an, ia tak pernah bosan menuliskan kebenaran yang datang dari Allah
Ia kritik demokrasi yang baginya bagai kubangan yang mengotori, membuat kita tak mampu menjalankan Islam yang sejati
Ia tunjuk penguasa-penguasa yang tak tahu malu dengan tangan kiri, sambil membacakan pengingat Allah untuk menerap syariat
Ia smapaikan penyemangat bagi kami akan janji Allah berupa kemenangan di ujung jalannya, bagi yang menaati diri-Nya
Ia tunjukkan arti malu bagi kami yang belia, yaitu sedikitnya karya padahal berlimpah kemudahan, dibandingkan puluhan karyanya
Ia ingatkan kepada kami akar negeri ini, akarnya Melayu dan Nusantara, yaitu dari rahim Islam, kalimat syahadatain
Ia daras sejarah kepada kami dan kami mengetahui bangganya pendahulu kami dengan Islam, bahwa Islam itu inti Indonesia
Yang lebih penting lagi, ia estafetkan tongkat perjuangan pada kami dengan pertanyaan "Apa yang sudah kalian buat?"
Terimakasih Abuya Hamidy, atas kunjungan dan pecut semangat, atas hadiah ilmu terlisan dan tertulis, mohon kami didoakan selalu
Dan kamipun mendoakan agar beliau dipanjangkan umurnya, dan diberikan kelapangan dalam menurunkan ilmunya pada kami
Agar langgeng selalu pengetahuan kami, bahwa Islamlah yang jadi asas peradaban kami, dan asas peradaban masa depan kami
sangat kaya rasa, dimakan juga tak mengapa
Layak diminum saat panas, dingin pun pantas
Mudanya diatas pentas, tuanya lebih tangkas
Begitulah yang kami dapati saat berjumpa abuya UU Hamidy, budayawan, negarawan, dan lebih lagi, dia pejuang kebenaran
Kata-katanya lugas, pengetahuannya luas, keyakinannya tegas, namun tidak keras, penuh welas, dengan ingatan yang berkelas
Dirumahnya kami dijamu dengan ubi, juga air putih, juga segudang inspirasi, tentang hidup dan mati, mengemban ide ilahi
Umurnya tak lagi muda, walau menulis dari tahun 70-an, ia tak pernah bosan menuliskan kebenaran yang datang dari Allah
Ia kritik demokrasi yang baginya bagai kubangan yang mengotori, membuat kita tak mampu menjalankan Islam yang sejati
Ia tunjuk penguasa-penguasa yang tak tahu malu dengan tangan kiri, sambil membacakan pengingat Allah untuk menerap syariat
Ia smapaikan penyemangat bagi kami akan janji Allah berupa kemenangan di ujung jalannya, bagi yang menaati diri-Nya
Ia tunjukkan arti malu bagi kami yang belia, yaitu sedikitnya karya padahal berlimpah kemudahan, dibandingkan puluhan karyanya
Ia ingatkan kepada kami akar negeri ini, akarnya Melayu dan Nusantara, yaitu dari rahim Islam, kalimat syahadatain
Ia daras sejarah kepada kami dan kami mengetahui bangganya pendahulu kami dengan Islam, bahwa Islam itu inti Indonesia
Yang lebih penting lagi, ia estafetkan tongkat perjuangan pada kami dengan pertanyaan "Apa yang sudah kalian buat?"
Terimakasih Abuya Hamidy, atas kunjungan dan pecut semangat, atas hadiah ilmu terlisan dan tertulis, mohon kami didoakan selalu
Dan kamipun mendoakan agar beliau dipanjangkan umurnya, dan diberikan kelapangan dalam menurunkan ilmunya pada kami
Agar langgeng selalu pengetahuan kami, bahwa Islamlah yang jadi asas peradaban kami, dan asas peradaban masa depan kami